Sejumlah
bendera 8 negara peserta Simposium Humanitus Foundation terpasang
diatas lumpur didesa Renokenongo,Porong Sidoarjo (28/5). Jelang 5 tahun
semburan lumpur Lapindo 29 Mei besok, semburan lumpur masih terus
keluar dan memperluas peta area terdampak lumpur Lapindo. Persoalan
ganti rugi juga belum terselesaikan tuntas bagi sebagian korban. TEMPO/
Fully Syafi
Topik
Rabu, 14 September 2011 | 17:37 WIB
Kandungan Gas Metana Lumpur Lapindo Berbahaya
Untuk mengatasi semburan gas liar ini, BPLS memasang separator berbentuk cerobong setinggi empat meter di sejumlah tempat dengan kandungan gas metana tinggi.
Tujuannya untuk memisahkan antara gas metana dan air. Air dialirkan ke saluran drainase, sedangkan gas metana dilepas ke udara bebas. Ia menyarankan warga agar tak membakar gas liar atau memanfaatkannya untuk memasak karena gas metana besar dikhawatirkan memicu kebakaran.
Gas liar bermunculan di permukiman warga Desa Ketapang dan Pamotan, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo. Bahkan sebagian gas liar juga bermunculan di dalam rumah warga.
Gas keluar di sela-sela sambungan lantai keramik rumah Sunandar, warga Ketapang. Di dalam rumahnya tersebar enam titik gas metana. Salah satunya menjalar sepanjang lima meter.
Mereka khawatir gas semakin banyak dan mengganggu kesehatan. Padahal kedua desa itu merupakan daerah di luar peta yang tersebar di 45 rukun tetangga yang tak mendapat ganti rugi.
Namun sejumlah warga justru memanfaatkan semburan gas metana ini untuk memasak air serta menanak nasi. Mereka memasang tungku di atas lubang semburan gas liar tersebut. Aktivitas ini dilakukannya setiap hari. "Menghemat beli gas," kata Sulikah, salah satu warga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar